Bisnis.com, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan kenaikan suhu di Indonesia akan mencapai 3,5 derajat Celsius pada akhir 2100.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan kenaikan suhu di Indonesia itu diproyeksikan terjadi di seluruh pulau besar di Nusantara pada akhir abad ini. Padahal, jelasnya, kenaikan suhu di Tanah Air pada akhir 2100 tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celsius.
Menurutnya, kenaikan suhu di Indonesia melebihi 1,5 derajat Celsius pada akhir 2100 akan memicu malapetaka atau bencana.
"Kita sudah memproyeksikan di akhir di tahun 2100, akhir abad ini kenaikan suhu di Indonesia itu di seluruh pulau besar di Indonesia kenaikan suhu mencapai 3,5 derajat Celsius," katanya, di Kantor BMKG, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Dia menjelaskan bahwa kenaikan suhu di Indonesia sudah mencapai 1,2 derajat Celsius pada 2022. Jika maksimum kenaikan suhu tidak boleh melampaui 1,5 derajat Celsius, maka peningkatannya hanya boleh mencapai 0,3 derajat Celsius pada akhir abad ini.
Padahal, kenaikan suhu di Indonesia pada 2023 telah mencapai 1,45 derajat Celsius. Dengan begitu, jelasnya, ruang aman yang tersisa untuk kenaikan suhu di Tanah Air hanya 0,05 derajat Celsius hingga akhir 2100.
Baca Juga
"Padahal dalam satu tahun tadi naiknya dari 1,2 [derajat Celsius] ke 1,45 [derajat Celsius] itu naik berapa? 0,25 [derajat Celsius] itu 1 tahun, kita tinggal punya alokasi 0,05 yang harus ditabung untuk sampai [tahun] 2.100. Kira-kira bisa tidak kita mewujudkan [kenaikan hanya] 1,5 derajat Celsius di [tahun] 2100? Sangat sulit," ujarnya menjelaskan.
KENORMALAN BARU
Bila tenggat aman kenaikan suhu tidak terpenuhi, Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa Indonesia harus bersiap untuk menghadapi kenormalan baru.
Untuk itu, dia menegaskan bahwa laju kenaikan suhu ini harus ditahan. Jika dibiarkan, tegasnya kenaikan suhu akan memicu banyak malapetaka di Tanah Air.
Dwikorita menegaskan bahwa upaya untuk memitigasi laju kenaikan suhu di Indonesia harus dijalankan sehingga dampaknya tidak akan parah.
"Akan ada bencana, ada kekeringan, banjir kemudian juga penyakit-penyakit baru dan seterusnya," ucapnya.
Dwikorita menjelaskan, setelah 1970 kenaikan suhu di Indonesia melompat dan memicu terjadinya perubahan iklim. Menurutnya, perubahan iklim itu memang dipicu oleh kegiatan industri yang menghasilkan gas-gas rumah kaca dan paling sering dianggap sebagai biang kerok adalah CO2.
"Nah itu bisa dari asap cerobong industri, dari asap kendaraan, kendaraan kan mulai banyak di setelah 1970, sebelumnya hanya industri aja, tapi terus diperparah kendaraan, dan gas gas rumah kaca ini mengakibatkan lompatan kenaikan suhu," tambahnya.